Alkisah, ada seorang anak kelas 5 SD bernama Adi. Setiap hari, Adi tiba
di sekolah pagi-pagi sekali. Biasanya saat ia datang, belum ada satu pun
teman sekelasnya yang datang.
Suatu hari, saat istirahat, Adi terkejut melihat bekal yang dibawanya
dari rumah berkurang separuh . “Siapakah gerangan yang mengambil
bekalku?” batinnya dalam hati sambil mengitarkan pandangan curiga ke
seputar kelas.
Sepulang dari sekolah, diceritakan kasus bekal yang hilang kepada
ibunya. “Ibu tidak lupa menyiapkan bekal untukku sebanyak dua potong
kan?” tanya Adi penasaran.
“Iya, Ibu ingat sekali menyiapkan bekalmu dua potong, bukan sepotong,” jawab ibu Adi meyakinkan.
Seminggu kemudian, saat kembali ke kelas, tanpa sengaja, Adi terkejut
melihat penjaga sekolah mengendap-endap memasuki kelas yang masih
kosong. Dia membuka tas Adi dan mengambil sepotong bekalnya. Kemudian
bergegas pergi dengan muka tampak tertekan dan murung.
Sepulang dari sekolah, Adi menceritakan kejadian itu kepada ibunya.
“Ibu, ternyata pencurinya si penjaga sekolah. Apa yang harus Adi
lakukan, Bu? Kalau Adi laporkan ke wali kelas atau kepala sekolah, dia
pasti diberi sanksi, bahkan mungkin dikeluarkan dari sekolah. Kasihan
kan, Bu. Walaupun orangnya baik, tapi yang diperbuat kan salah”.
Dengan tersenyum sayang, ibunya menjawab, “Saran ibu, jangan dilaporkan
dulu ke sekolah. Ibu kenal baik keluarga penjaga sekolahmu itu. Dia
bukan penjahat. Pasti karena terpaksa dia mengambil setengah bekalmu.
Dan masih berbaik hati meninggalkan setengahnya untuk Adi agar Adi tidak
kelaparan. Begini saja, besok akan Ibu siapkan bekal lebih banyak, dua
kali dari biasanya. Adi berikan sebungkus kepada penjaga sekolah. Cukup
berikan saja, tidak perlu menegur atau berkata apapun kepadanya. Kita
lihat apa reaksinya, setuju?”
Keesokan harinya, Adi menemui penjaga sekolah dan menyerahkan sebungkus
bekal. Penjaga sekolah terkejut sesaat, wajahnya pucat dan takjub.
Dengan tangan gemetar, diterimanya bingkisan itu. Tampak matanya
berkaca-kaca.
Sambil terbata-bata dia berkata, “Terima kasih, terima kasih Nak. Bapak
minta maaf telah mengambil setengah jatah bekal Nak Adi. Bapak sungguh
menyesal dan dihantui perasaan bersalah. Bapak lakukan karena terpaksa.
Anak bapak sakit, sedangkan uang kami tidak cukup untuk membeli makanan
karena istri bapak memerlukan biaya untuk melahirkan. Mohon maafkan
Bapak, Nak. Bapak berjanji tidak akan mengulanginya. Dan terima kasih
karena tidak melaporkan kepada pihak sekolah sehingga Bapak masih bisa
bekerja. Sampaikan permintaan maaf dan terima kasih kami pada ibumu.
Sungguh beliau seorang ibu yang baik dan bijak”. Sambil mengangguk
senang, Adi meninggalkan penjaga sekolahnya.
Teman-teman yang luar biasa,
kesalahan, walau dengan alasan apapun, tidak akan menjadi benar. Mau
menyadari, mengakui kesalahan, dan meminta maaf adalah sebuah kebesaran
jiwa. Dan berjanji untuk tidak mengulangi adalah kebijaksanaan
tertinggi.
Sebaliknya, bisa memaafkan orang yang bersalah kepada kita bahkan rela
memberi bantuan dan menyadarkannya, bukan hanya damai di hati tetapi
sekaligus menunjukkan kita, manusia, sebagai makhluk yang ber-Tuhan.
Maka jelas sekali, jika bisa berbagi, kita akan bahagia. Share and be
happy.
Success is my right, sukses adalah hak saya.
Salam sukses luar biasa!!!
Dari: Andrie Wongso, action & wisdom motivation training.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar