Molekul-molekul pereaksi selalu bergerak dan peluang terjadinya
tumbukan selalu ada. Akan tetapi, tumbukan yang terjadi belum tentu
menjadi reaksi jika energi yang dimiliki oleh masing-masing pereaksi
tidak cukup untuk menghasilkan tumbukan efektif, meskipun orientasi molekul sudah tepat untuk menghasilkan tumbukan efektif. Agar tumbukan
antarmolekul pereaksi efektif dan menjadi reaksi maka fraksi molekul
yang bertumbukan harus memiliki energi lebih besar daripada energi
pengaktifan. Apakah energi pengaktifan itu?
Energi pengaktifan adalah energi minimum yang diperlukan untuk menghasilkan tumbukan efektif agar terjadi reaksi. Energi pengaktifan dilambangkan oleh Ea.
Menurut Arrhenius, hubungan antara fraksi tumbukan efektif dan energi
pengaktifan bersifat eksponensial sesuai persamaan berikut.
Keterangan:
f = frekuensi molekul yang bertumbukan secara efektif
R = tetapan gas
Ea = energi pengaktifan
T = suhu reaksi (K)
Persamaan
tersebut menunjukkan bahwa reaksi dengan energi pengaktifan kecil
memiliki harga f yang besar. Akibatnya, nilai tetapan laju (k) besar dan
reaksi berlangsung lebih cepat. Jika suhu dinaikkan, harga f menjadi
besar dan tetapan laju (k) juga besar sehingga reaksi berlangsung lebih
cepat. Energi pengaktifan untuk setiap reaksi (misalnya: A + B C)
umumnya memiliki bentuk grafik seperti pada Gambar 4.9. Pada Gambar 4.9, energi pengaktifan diungkapkan sebagai energi penghalang yang harus diatasi oleh setiap molekul pereaksi agar menjadi produk.
Gambar 4.9 Hubungan
energi potensial dan koordinat reaksi. Agar suatu pereaksi dapat
menjadi hasil reaksi, pereaksi harus memiliki energi yang dapat
melampaui energi pengaktifan. Setiap reaksi memiliki nilai energi
pengaktifan yang berbeda.
Jika Anda
perhatikan grafik tersebut, energi pengaktifan ada hubungannya dengan
perubahan entalpi reaksi. Dapatkah Anda menunjukkan hubungan tersebut?
Apakah reaksinya eksoterm atau endoterm? Oleh karena energi hasil reaksi
lebih rendah dari energi pereaksi maka nilai ΔH untuk reaksi tersebut
negatif. Dengan kata lain, reaksinya eksoterm. Sebaliknya, jika arah
reaksi dibalikkan, yakni: C A + B maka produk reaksi (A + B) memiliki
energi lebih besar dari pereaksi C. Besarnya energi pengaktifan untuk
reaksi kebalikannya, Ea(balik) = Ea(maju) + ΔHreaksi.
Jadi, selisih energi pengaktifan untuk kedua reaksi adalah sebesar ΔHreaksi.
Pada pembahasan sebelumnya, Anda sudah mengetahui bahwa katalis dapat
mempercepat reaksi dengan jalan turut serta dalam tahap-tahap reaksi dan
pada akhir reaksi katalis diperoleh kembali. Bagaimana mekanisme kerja
katalis dihubungkan dengan energi pengaktifan? Sebagaimana diuraikan
sebelumnya, reaksi penguraian hidrogen peroksida akan lebih cepat jika
pada reaksi ditambahkan katalis MnO2. Persamaan reaksinya:
H2O2( l ) → H2O( l ) + O2(g)
Kerja
katalis dalam mempercepat reaksi adalah dengan cara membuat jalan
alternatif (jalan pintas) bagi pereaksi dalam membentuk produk, yaitu
dengan cara menurunkan energi pengaktifannya, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.12 berikut.
Gambar 4.12 Mekanisme reaksi yang ditempuh oleh katalis adalah dengan cara menurunkan energi pengaktifan reaksi.
Jalan atau tahap-tahap reaksi yang ditempuh oleh pereaksi menjadi hasil reaksi dapat dijelaskan. Misalnya, reaksi penguraian H2O2 dengan katalisator MnO2 adalah sebagai berikut.
Tahap 1 : 2H2O2 + MnO2 → 2H2O + 2MnO3
Tahap 2 : 2MnO3 + 2H2O2→ 2H2O + 2O2 + MnO2
Reaksi total : 4H2O2 → 4H2O + 2O2
Katalis
dapat menurunkan energi pengaktifan reaksi, baik ke arah pereaksi
maupun ke arah produk dengan selisih energi sama besar, tetapi ΔHReaksi tidak berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar